Majelis
Ulama Indonesia (MUI) mengkritik penggabungan Islam dengan sekte Syi’ah
dalam Majelis Ukhuwah Sunni-Syi’ah Indonesia (MUHSIN), yang diprakarsai
Dewan Masjid Indonesia (DMI) dan Ikatan Jamaah Ahlulbait Indonesia
(IJABI.
Menurut MUI, IJABI jelas mewakili
aliran Syi’ah, sedangkan DMI tidak bisa disebut mewakili umat Islam
Ahlussunnah Waljama’ah (Sunni). "Karena tidak semua Dewan Masjid itu
mewakili Sunni. Sebaiknya deklarasi ini bukan gabungan organisasi tapi
sekadar kerjasama dua organisasi," kata Ketua MUI, KH Amidhan, Jumat (20/5/2011).
Amidhan menegaskan, dari segi ajaran,
antara Islam (Sunni) dan Syi’ah itu sangat berbeda. Sedikit penjelasan
dari Amidhan, Syi’ah hanya menganggap ada lima Imam atau khalifah yang
juga Ahlulbait atau keluarga Rasul. Lima orang itu yakni, pasangan Ali
bin Abi Thalib dan Fatimah (putri Rasul), Al Hasan dan Husein (anak
dari Fatimah-Ali), dan Nabi Muhammad. "Jadi, Syiah itu hanya mengakui
hadits-hadits yang diriwayatkan oleh lima Ahlulbait ini," jelas Amidhan.
Sedangkan, Islam Ahlussunah Waljamaah
(Sunni) menganggap Ahlulbait itu tidak hanya lima sosok tadi. Tapi
semua orang atau kelompok yang taat dan melaksanakan ajaran Rasul dan
para shahabat. "Tidak dibatasi hanya yang lima tadi (pada ajaran
Syiah)," ujar dia. Pengikut Sunni mengakui empat khalifah yakni Abu
Bakar, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib. Tapi,
Syiah tidak mengakui itu.
MUI mengimbau agar Majelis Ukhuwah
Sunni-Syi’ah Indonesia (MUHSIN) yang digagas DMI dan IJABI diganti
bukan dalam bentuk penggabungan Sunni dan Syi’ah. Sebaiknya diubah
menjadi deklarasi kerjasama antara Dewan Masjid dan Jamaah Ahlulbait
Indonesia.
Sebulan sebelumnya, jelas Amidhan,
deklarasi Majelis Ukhuwah Sunni-Syi’ah Indonesia akan digelar di Masjid
Istiqlal, tapi ditolak. "Pengelola Masjid Istiqlal sendiri tidak mau
mengakomodasi hal-hal yang masih menjadi masalah. Jadi saya kira, bila
ada penolakan itu wajar. Karena masjid ini milik Allah dan untuk
semua," kata dia. [taz/viva/voa islam]
0 Komentar